Rivalitas Supporter Sepakbola di Indonesia Fanatisme yang melupakan Semangat Sportifitas

Tidak ada yang salah dari fanatisme terhadap salahsatu klub sepakbola. Dukungan supporter dengan cara-caranya tersendiri terhadap tim kesayangannya adalah hal yang lumrah dalam dunia sepakbola baik nasional maupun internasional. Loyalitas yang berdampingan dengan fanatisme supporter-supporter di tanah air telah menjadi “bumbu-bumbu penyedap” disetiap perhelatan sepakbola di tanah air. Tak jarang hal ini memancing perhatian insan-insan sepakbola internasional yang melihat antusiasme dan fanatisme masyarakat Indonesia terhadap dunia sepakbola sebagai hal yang luar biasa.
 
Fanatisme, antusiasme, dan loyalitas para supporter di Indonesia dapat dikatakan sejajar dengan supporter-supporter di liga-liga internasional. Bahkan Franz Beckenbeuer terkaget-kaget melihat Fanatisme, antusiasme, dan loyalitas para supporter di Indonesia (Kita dapat melihat bahwa Indonesia sebagai negara yang berada di wilayah Asia Tenggara, memiliki atmosfir sepakbola yang bagus dilihat dari sudut antusiasme penonton di setiap perhelatan sepakbola).
 
Sayangnya atmosfir sepakbola yang bagus ini tidak didukung oleh jiwa sportifitas baik dari kalangan penyelenggara sepakbola, insan-insan yang terlibat langsung dalam sebuah pertandingan sepakbola dan pemain keduabelas dari sebuah tim sepakbola a.k.a Supporter. Pernyataan ini bukan tanpa bukti, peristiwa-peristiwa seperti kerusuhan, bentrokan, atau perkelahian baik diluar maupun di dalam sebuah pertandingan kerap terjadi.  Kepemimpinan wasit, ketidaksiapan Panpel (baik masalah tiket ataupun kenyamanan selama menonton pertandingan) dan ulah sejumlah oknum dalam memprovokasi keributan adalah contoh-contoh penyulut dari hal tersebut. Dapat digarisbawahi bahwa mental sportifitas rasanya belum sikron dengan fanatisme insan-insan sepakbola di Indonesia. 
 
Satu hal lagi yang paling sering menyulut kerusuhan, bentrokan, atau perkelahian dalam dunia sepakbola di Indonesia adalah masalah rivalitas diantara klub-klub sepakbola. Sebetulnya tidak ada yang salah mengenai rivalitas antara klub-klub sepakbola asal dalam koridor sportifitas. Memang tidak bisa dipungkiri bahwa sulit menghindari gesekan-gesekan antar supporter dalam rivalitas tidak hanya di Indonesia di dunia internasional pun hal ini kerap terjadi. Namun, supporter-supporter di luar sana mungkin bisa mensinkronisasikan antara fanatisme dengan sportifitas sehingga fanatisme mereka tidak jatuh dalam fanatisme yang sempit. Mereka sedikitnya masih bisa menerima perbedaan, bisa duduk berdampingan dalam sebuah pertandingan dengan warna yang berbeda. Itulah yang tidak dimiliki oleh sebagian jiwa-jiwa fanatisme di Indonesia. 
 
Jiwa-jiwa fanatisme sepakbola di Indonesia telah jatuh  kedalam jurang fanatisme yang sempit sehingga mereka sangat sulit menerima perbedaan, mereka telah dibutakan oleh kebencian terhadap rivalnya dan lebih parahnya budaya-budaya seperti ini telah menyebar kepada generasi-generasi baru supporter di Indonesia (Liat saja anak-anak kecil yang sudah bisa menyanyikan yel-yel kebencian terhadap salah satu klub di Indonesia, padahal apakah sebenarnya mereka mengerti??).
 
Jiwa-jiwa fanatisme sempit ini kemudian menjelma menajadi sebuah komunitas yang khusus menebarkan kebencian-kebencian terhadap rival mereka atau yang lebih dikenal dengan sebutan Divisi Propaganda dari sebuah komunitas supporter (Mungkin mereka mengikuti jejak Hitler ketika mempropagandakan Fasisme heheheheh). Mereka dapat dibilang sangat pintar dalam menyebarkan propaganda-propaganda yang secara garis besar menyangkut rivalitas. Hal tersebut ditunjang dengan media internet yang sekarang menjadi mudah untuk diakses masyarakat sehingga mereka lebih leluasa dalam melancarkan aksinya.
 
Dilihat dari segi psikologis, faktor-faktor seperti kebencian-kebencian yang berlebihan, sakit hati atas tindakan-tindakan rival mereka dan egosentris yang menguasai pikiran mungkin menjadi latar belakang mereka bersatu membentuk sebuah divisi propaganda tersebut. Dilain pihak keberadaan suatu divisi propaganda sebuah supporter juga pastinya akan memicu kemunculan divisi propaganda dari supporter-supporter yang lain dan pada akhirnya adu propaganda pun tak dapat dihindarkan.
 
Hasil dari propaganda-propaganda tersebut dapat dilihat dari nyanyian atau yel-yel ketika sebuah tim bertanding, nada-nada hinaan terhadap klub rival lebih sering terdengar dibandingkan dengan nyanyian atau yel-yel untuk menyemangati pemain ketika bertarung di lapangan.  Atribut-atribut seperti baju dan atribut lain yang bernada hinaan terhadap klub rival juga semakin tersebar luas di masyarakat. Bahkan untuk ukuran anak kecil pun ada, lebih parah pembuatan atribut-atribut yang mengandung unsur rivalitas tidak hanyan diproduksi oleh divisi propaganda saja, produsen-produsen yang hanya memikirkan segi komersil pun ikut meramaikan atribut-atribut yang berbau rivalitas (secara tidak langsung para pedagang-pedagang atribut pun menjelma sebagai divisi propaganda dadakan).
 
X      :  Kok Jadi Ngebahas Divisi Propaganda dari komunitas supporter sih??
Y    : Hehheheh Maaf, jadi melebar kemana-mana bahasannya, soalnya penting juga sih. Nyambung dikitlah sama fanatisme. Oke deh dibagian selanjutnya bakal dibahas   masalah jiwa  sportifitasnya.

 
Nah sekarang kita angkat masalah sportifitas dalam sepakbola Indonesia terutama sportifitas supporter tim yang mereka bela. Atmosfir sepakbola di Indonesia jika dilihat dari segi antusiasme penonton memang sangat membanggakan (saya pun bangga sebagai salahsatu penikmat sepakbola melihat situasi tersebut), namun, jika dilihat dari segi mental dan sportifitas bertanding atmosfir sepakbola di Indonesia cukup memprihatinkan.
Mengapa dibilang memprihatinkan???

Kita sekarang berbicara  statistic pertandingan sepakbola di ajang ISL, seberapa persen tim tuan rumah yang kalah di homebase nya?, seberapa besar persen tim yang bertamu ke kandang lawan bisa meraih kemenangan? Dan seberapa persen supporter yang bertindak anarkis jika tim nya kalah terlebih di homebase nya sendiri?

Anda pasti sudah bisa menebaknya sendiri. Yaa hampir 90% tim yang bermain di homebase meraih angka 3 atau paling minim 1 poin, sedangkan hanya sekitar 10% tim yang bisa meraih kemenangan di kandang lawan. Bagaimana dengan supporter yang mengamuk jika timnya kalah??? Anda pasti sudah tahu kan hehehehe. Nah persentase-persentase ini bukan hanya angka-angka yang mati jika kita interpretasi lebih jauh, angka-angka persentase ini memiliki clue-clue yang menunjukan rendahnya jiwa sportifitas dari insane-insan sepakbola nasional.

Kita mulai interpretasi angka-angka tersebut. 90% kemenangan tim yang bermain di homebasenya kadang dibumbui kecurangan-kecurangan (dengan kata lain tindakan tidak sportif dari official tim tuan rumah). Saya garis bawahi kata “Kadang” karena ini bukan generaliasasi terhadap semua tim tuan rumah. Ada beberapa tim yang jika bermain di kandang belum bisa bermain sportif yang kadang memunculkan wacana mafia pertandingan yang munkin bisa berbentuk suap kepada pengadil pertandingan (wasit) atau dengan hal yang lain. Mentalitas tuan rumah yang belum siap menerima kekalahan di kandang nampaknya masih membudaya di sepakbola Indonesia. Alasan nama baik daerah dan harga diri mungkin ada dibalik itu semua. Namun apakah layak jika harga diri dan nama baik itu diraih dengan cara-cara yang tidak sportif?? Inilah cerminan sepakbola kita yang masih jauh dari kata Fair Play Football (Buat apa setiap pertandingan kita selalu dengarkan Fair Play Anthem klo Cuma dijadikan symbol belaka).

Mental “belum siap kalah” juga merembet hingga supporter, sebagian supporter di Indonesia kadang meluapkan kekesalannya dengan bertindak anarkis jika tim nya kalah di kandang sendiri. Wajar mungkin supporter-supporter kesal jika melihat tim kesayangannya kalah karena mereka berfikir buat apa jauh-jauh datang ke stadion dengan mengeluarkan biaya yang tidak sedikit hanya untuk menyaksikan tim nya kalah. Tapi sayangnya hal tersebut diluapkan ke hal-hal yang kadang lebih cenderung ke arah negatif.  Setidaknya mereka memberikan apresiasi yang positif berupa dorongan moral atau apalah ketika tim sedang underperform. Toh mereka juga sudah berusaha dilapangan untuk menang (katanya fanatic dan loyal, tapi kok klo timnya kalah ngamuk-ngamuk sih)

Namun, untungnya masih ada sebagian supporter yang berjiwa besar, dan memiliki mental dewasa sebagi supporter ketika tim kesayangannya kalah. Mereka lebih menghargai usaha tim kesayangannya bertanding disaat kalah apalagi ketika meraih kemenangan. Seharusnya mental seperti inilah yang perlu dibudayakan, dibanding dengan membudayakan tindakan tidak sportif seperti di atas.

Lalu persentasi 10 % tim tamu hanya bisa minimal bermain imbang atau malah kalah adalah mental tim-tim sepakbola Indonesia yang masih belum bisa sepenuhnya bermental “jago kandang”. Saya sempat bingung mengapa sangat sulit sebuah tim untuk meraih poin di kandang lawan, apa ada yang salah, ato apa memang jika sebuah tim main dikandang mereka berubah menjadi tim yang ganas. Ternyata setelah saya lihat, mungkin masalahnya terletak di mental bertanding ditambah factor-faktor non tehnis seperti stamina (kita tahu bahwa ketika melakoni laga tandang stamina pemain dikuras oleh perjalanan yang panjang karena kita tahu bahwa Indonesia adalah Negara kepulauan yang sanagt luas sehingga perjalanan menuju kandang lawan menjadi factor penting juga) factor noon tohnis lainnya ya seperti diungkapkan pada poin sebelumnya yaitu adanya tindakan-tindakan non-sportif dari tim tuan rumah demi meraih kemenangan.

Itulah wajah sepakbola yang kurang baik dari atmosfir sepakbola kita. Semoga hal ini semakin berkurang dengan usaha dari Komdis, Official yang sadar, dan supporter kita yang tidak hanya memikirkan kemenangan namun lebih jauh memajukan sepakbola Indonesia di masa yang akan datang.

SEMOGA KITA AKAN LEBIH SADAR AKAN FANATISME YANG BERLEBIHAN ITU BURUK. PERBEDAAN BUKAN UNTUK PERMUSUHAN. MAJU TERUS SEPAKBOLA INDONESIA.
TETAP SPORTIF BERMAIN BOLA!!!!!!!!!!!!!!!

PANJANG JUGA JIKA DITULIS DI BAGIAN INI, BISA-BISA ISINYA MALAH JAUH DARI JUDUL LAGI NANTI HAHAHAHAHAH.
DILANJUT DI BAGIAN LAIN YAA HEHEHEHEHE

5 Response to "Rivalitas Supporter Sepakbola di Indonesia Fanatisme yang melupakan Semangat Sportifitas"

ayank_shinigami mengatakan...

emng itu lah kang minus nya supporter indonesia...
ga jauh dari anarkis..
bner tuh kang,,ponakan aku yg masi kecil aja ms udh bisa nyanyiin lagu yg bernada rasis...
hmmm...

Sepakbola Sportif mengatakan...

heuhueh miris banget kan... menerima perbedaan aja susah banget :(

Yudi Setiawan mengatakan...

Terima asih atas infromasi yang sdah disampaikan sangat menarik sekali gan !
ditunggu ja kunjungan bailknya
Obat Herbal Penyakit Kencing Batu

Unknown mengatakan...

AgenBola855.com | mybet188.com |
Agen Taruhan Bola Online Terpercaya Promo Bonus Semua Member
| Agen Bola | Taruhan Bola | Judi Bola | Judi Online | Agen Casino
Deposit Mulai Rp 50rb, dapat Bonus Beeting dari Agen Bola Terpercaya Anda, Deposit Minimal dengan Bonus? Maksimal dari Agen Bola Kesayangan Anda
silahkan register disini:
agenbola855.com/register | mybet188.com/register
link bebas nawala disini :
118.139.177.66/~mybet188 | 203.124.99.248/~agen855

Unknown mengatakan...

Agen SbobetAmazingly is, in a short time, Fabregas managed to become one of the players who accounted for under the care of manager Jose Mourinho this season, with the level of experience and game currently has, he can get thanks to a good start when fighting alongside the Arsenal team in his youth.

Posting Komentar

powered by Blogger | WordPress by Newwpthemes | Converted by BloggerTheme